31 Agustus 2012

Bank, Pagi itu

“Hai...”

“Hai...”

Dia berdiri dihadapanku. Lelaki yang pernah setengah mati aku cintai. Tersenyum seakan-akan tidak pernah ada sesuatu yang salah terjadi diantara kami. Nyaris setahun lebih kami tidak ketemu, dan kenapa sekalinya ketemu harus saat jam kerjaku?

“Selamat pagi, ada yang bisa dibantu?” aku mengucapkan kalimat template yang sudah ribuan kali aku ucapkan kepada para nasabah itu sambil memaksakan senyum selebar mungkin. Bagaimanapun juga, dia datang kesini sebagai nasabahku.

“Kita sudah lama ya nggak ketemu...” katanya tersenyum. Senyum yang masih sama sejak terakhir aku bertemu dengannya.

Gugup, ku balas senyum itu. Bank sedang sepi. Hari masih pagi, jam baru menunjukkan pukul 10.

“Aku mau transfer nih...” katanya kemudian.

Lagi-lagi aku tersenyum. Kemudian menanyakan bank tujuan, nominal transfer, serta nomor rekening tujuan kepadanya.

Dia menyodorkan handphone-nya. Android Galaxy Mini berwarna putih. Aku tersentak, mau tak mau menatap kearah wajahnya.

“Semua ada disitu... Aku nggak perlu nulis-nulis dulu, kan? Bisa langsung aja, kan? Bank yang sama kok...” katanya kemudian, mengira bahwa aku kaget karena dia menyodorkan handphone bukannya malah resi transfer.

Aku menggeleng. “Handphone kita sama...” kataku.

Dia terbelalak. Mungkin tak percaya. “Again?” tanyanya.

Memoriku kembali dibawa ke beberapa tahun yang lalu, saat kami baru dikenalkan oleh salah seorang teman kami, dan kemudian menyadari ada banyak hal yang sama dalam diri kami. Handphone salah satunya.

“Yup...” Aku mengangguk. Tanganku meraih handphone-nya dan mulai mengetikkan deretan nomor rekening tujuan di komputer server-ku. “Bahkan warnanya pun sama...”

Dia tertawa pelan. “Aku pernah baca, entah dimana... There are two people who love each other but aren’t meant to be together...” katanya pelan.

Aku menyibukkan diri dengan proses transaksi. Memencet keyboard komputerku dengan lincah. Bagaimanapun, transaksi ini harus segera diakhiri.

“Mungkin itu kita...” lanjutnya, tepat saat resi transfer miliknya selesai ku cetak.

Aku tersenyum. Menyodorkan resi transfer itu ke arahnya. “Silahkan tanda tangan disini...” kataku sembari menyodorkan pena.

Dia meraih pena itu dan membaca sepintas resi transfer yang aku sodorkan. “Anyway, masih sering dengerin Avenged Sevenfold?” tanyanya.

Aku menggeleng.

“Kenapa?”

Aku melihat tangannya menggantung diatas resi transfer, belum juga menandatangani resi transfer itu.

Aku menghela nafas. “Kamu terlalu jamak didalamnya...”

Dia tertawa lagi. Kemudian kulihat tangannya mulai bergerak diatas resi transfer membubuhkan tanda tangan.

“Baiklah, silahkan tulis nama lengkap kamu, alamat, dan nomor handphone disini...” kataku menunjukkan kolom identitas pengirim.

Dia menurut, mengisi kolom identitas itu dengan tulisan tangannya yang khas. Aku bahkan masih bisa menghafal setiap lekukan tulisan itu.

“Kamu tau...” Aku sengaja menggantungkan kalimatku. Dia mengalihkan perhatiannya dari resi transfer itu kearahku. Aku balas menatapnya. Mata cokelat bulat yang selalu meneduhkan itu kini menatap dalam kearah mataku. “Aku pikir semuanya sudah hilang. Tapi ternyata, jarak hanya menetralkan segalanya saat kita nggak bertemu. Sekarang, berhadapan langsung sama kamu, aku disadarkan kalo nggak pernah ada yang hilang. Semua masih ada, lengkap, sama”

Aku melihatnya tersenyum. Senyum yang setengah mati berusaha aku hapus dari mimpi-mimpi manis tentang dia setahunan ini.

“Kamu keras kepala...” katanya, tertawa.

“Aku cuma nggak pengen bikin kamu susah...”

Sekali lagi dia tertawa, kemudian melanjutkan menulis nomor handphone-nya pada kolom identitas pengirim. Lalu menyodorkan kembali resi transfer itu ke arahku.

“Ku dengar, Tiara sudah melahirkan?” tanyaku, mengecek sekali lagi resi transfer itu kemudian membubuhkan tanda tanganku dan cap bank sebagai bukti bahwa resi transfer itu adalah bukti pengiriman yang sah.

“Iya, anakku perempuan” aku melihat ekspresi wajahnya yang berseri-seri. Syukurlah, setidaknya dia bahagia. Berarti keputusanku tepat.

“Baiklah... Ini sudah selesai...” Aku menyodorkan resi transfer itu kepadanya, menunjukkan tanda bahwa uang yang dia kirim sudah masuk ke rekening tujuan. “Ada lagi yang bisa dibantu?” tanyaku lagi-lagi dengan pertanyaan template standar teller bank.

Dia tersenyum. “Kapan-kapan kalo sempet, mainlah kerumah. Ajak dia sekalian, ya...” katanya kemudian, melipat resi transfer yang kuberikan dan memasukkannya ke dalam tas.

Aku meneguk ludah. Tanpa harus dia jelaskan, aku tahu siapa ‘dia’ yang dimaksud. Kekasihku.

Dia tersenyum sekali lagi, mengucapkan terimakasih, dan kemudian berbalik pergi.

“Tunggu...” aku memanggilnya tepat saat tangannya menyentuh gagang pintu. Dia berhenti dan menoleh kearahku. “Jaga baik-baik hatimu, ya. Aku pernah mempertaruhkan kebahagiaanku demi keutuhan hati itu...” kataku kemudian.

Dia mematung, menatapku dalam diam. Andai bisa, aku mau berlari kearahnya dan memeluknya erat-erat. Tapi Tuhan selalu tau mana yang terbaik bagi umat-Nya, dan aku percaya, apa yang terjadi padaku saat ini adalah hal-hal terbaik yang Tuhan punya untukku.

Lalu aku membiarkannya pergi, sekali lagi, dari hadapanku. Sekali lagi, tanpa sedikitpun upaya menahannya. Tuhan tidak pernah salah. Aku selalu percaya itu.


***
Based on quote :  "There are two people who love each other but aren’t meant to be together" ~ #ReadSomewhere
25 Agustus 2012

Dialer Storage

Dear Android user. Jangan sekali-sekali clear data yang di dial storage kalo internal memory lo penuh. Jangan sekali-kali. Gue ulang, ya. JANGAN SEKALI-KALI. Jangan pernah sok-sokan nyoba. Gue baru aja melakukan kebodohan itu dan akhirnya jadi panik dan repot sendiri. Bhahahahaaa...

Jadi semalem, pas lagi telponan sama pacar, sambil ngotak-ngatik android yang lagi di cas. Terus ketarik kabelnya dan jatuh kebanting. Alhasil pas dilihat, androidnya layarnya kedap-kedip. Panik. Terus muncul notifikasi kalo internal memory-nya penuh, harus hapus beberapa supaya ada space kosong lagi. Langsung lah gue ke pengaturan aplikasi. Biasanya juga ngapus aplikasi yang nggak ke pake, itu pun cuma clear data-nya aja, bukan un-install. Entah kenapa semalem bego banget sampe mencet clear data buat yang dial storage. Pikiran gue sih, "ah ini aplikasi apa sih, kagak pernah dipake juga...". Jadilah gue clear data.

Dan tau apa yang terjadi sodara-sodara? I lost all of my message and phone history. Ya udah lah ya nggak gue ambil pusing juga. Cuma sms sama phone history juga ini. Tapi terus cek kontak? ILANG JUGA! SEMUANYA! *nangis guling-guling* Ada beberapa nomor yang nggak gue save di handphone satunya, yang cuma bener-bener gue save di android, dan itu hilang. Aaaaaakkkk :'( :'(

Dan ternyata penderitaan belum berakhir sampe disitu. Beberapa detik kemudian, GPRS-nya nggak mau muncul. Udah ngidup-matiin paket data. Udah restart, cabut batre, cabut memory, cabut sim-card terus pasang lagi. Tetep nggak bisa!!! Duh, panik. Gue loh yaaa... Gue kan nggak bisa idup kalo nggak ada internet. (meh!). Tapi kemudian gue berpositive thinking dengan mikir... "Ah, paling juga cuma gangguan jaringan aja. Tunggu sampe besok pagi, deh...". Pengen ganti pake kartu handphone satunya tapi males dan ngantuk banget. Jadi ya udah, matiin android dan lanjut ngobrol nggak jelas sama pacar.

Paginya, pas bangun, tuh GPRS masih nggak mau muncul. Gue sholat subuh dulu. Terus ngeliat handphone adek, GPRSnya lancar jaya. Berarti ada yang salah sama android gue. Akhirnya gue coba ganti pake beberapa simcard lain. Hasilnya? tetep nggak bisa. dan ini udah panik sepanik-paniknya!!! Terus googling. Hasilnya adalah? Hal itu terjadi karena dialer storage-nya dihapus. Matilah gue. Gimana cara balikin aplikasi yang udah kehapus? Ahh.. Mau ke samsung centre mah meuni jauh pisan di Palembang :(

Googling sana, googling sini... Akhirnya nemu postingan serupa di kaskus. Orang yang sama kayak gue nggak sengaja ngehapus dialer storage. Gue sih sengaja sih. Kan nggak tau itu fungsinya buat apa. Dan cara buat balikinnya lagi adalah di install ulang. Kalo install ulang kan semua data di handphone ilang kan, ya? Berat hati. Tapi ya mau nggak mau harus. Akhirnya karena nggak ada pilihan lain, gue meng-ikhlaskan android di install ulang. Dan, yah... Lo tau lah hasilnya, ya... Semua data ilang. Android gue jadi kayak baru lagi *nangis dibawah shower*

Sekarang gue lagi repot install aplikasi-aplikasi yang dulunya ada di android dan selalu gue pake. Such as : twitter (yang pertama kali), whatsapp, instagram, Al-quran (ciyeeh), blogspot, de el el. Dan aahhh I miss my old android :'( :'( :'( menyesuaikan pengaturan untuk aplikasi yang segitu banyaknya biar sama kayak yang selama ini gue pake ituuuu yang repot...

Tapi tetep bisa sambil nge-blog ya, Dhe? *ngangguk cantik* Bhahahahahaa Iyalah, sambil nunggu tuh aplikasi-aplikasi ter-install di android gue, daripada nggak ada kerjaan, ya jadinya ngeblog. Lagian liat blog posting terakhir udah lama gituh, kan kasian stalker yang ngecekin blogspot gue ini nggak dapet cerita apa-apa. Meeeh xD

Jadi, inti postingan gue kali ini adalah... Jangan sesekali nyoba clear data dialer storage di android lo. Apapun alesannya. Ya kecuali lo mau repot sih, terserah :p

Ada yang pernah mengalami hal yang sama kayak gue?
Eniwei, thanks to google :D
18 Agustus 2012

tantiga - smanti

Buka bareng alumni. Judulnya doang sih. Kenyataannya? Kayak acara tantiga. Haha. Saking yang paling rame itu anak-anak tantiga :))

Padahal SMANTI kan udah punya alumni 7 angkatan. Ekspektasi gue sih aula bakal rame banget. Tapi ternyataaa... mengecewakan sodara-sodara!! Kalo seandainya tantiga bikin buka bareng sendiri, alamat sepi ini yang buber alumni :))

Sebelum ke sekolah, kayak biasa, ngumpulnya dirumah kak vien. Haha hihi nggak jelas sampe nyaris setengah enam baru akhirnya konvoi ke sekolah.

Satu hal yang gue sadari adalah... sedewasa apapun gue saat ini, kalo udah ngumpul sama mereka, balik jadi gue yang masa SMA dulu. Berapapun umur gue saat gue ngumpul sama mereka, tapi kalo udah ngumpul mestilah tetep jadi dek dyt yang masih remaja :')

Waktu yiyi bilang... "kita nggak ada yang berubah, ya?". Pas doi liat akbar, acim, edon, bahkan cewek-cewek yang lain tetep sama kayak terakhir kali kami ngumpul pas masih pake seragam putih abu-abu andalan itu. Yang kemudian gue jawab adalah... "kita berubah, sayang. Tapi pas ngumpul, maka kita akan balik jadi kita yang seperti dulu. Nggak peduli berapa umur kita sekarang.." :')

Empat tahun sudah di wisuda dari SMANTI, tapi selalu ngerasa bagian dari sana. Sekolah yang membesarkan seorang Adyta Dhea sampe bisa jadi kayak sekarang. Gue bersyukuuuuuur dikasih Tuhan kesempatan untuk mengenal mereka-mereka yang ada di SMANTI ini :')

Lo ketemu mantan pacar, Dhe? jelaslahhhh... Reuni sekolah mana sih yang nggak bikin lo ketemu mantan pacar? Ya kecuali lo nggak punya pacar selama masa SMA, ya. Atau lo nggak pernah pacaran sama anak sekolah lo. Hahaha. Gue puuun, ketemu mantan pacar kemaren. Tapi sebates ketemu, salaman, basa-basi nanya kabar, udah itu aja. Nggak ada tuh getaran-getaran aneh dalam hati, apalagi perasaan ngarep masih pengen sama dia :p

Not so a fun fast breaking, abisnya makanannya nggak enak :p tapi have a fun random chatting with all of tantiga member. Aduh gue kangen sekolah bareng mereka-mereka ini lagi. Taon ini masih belum ada di jajaran yang ngasih THR di anak-anak tantiga, karena belum kerja. InsyaAllah tahun depan (didoain aja ya teman-teman).


-----------
BEHIND THE SCENE :p

"Eh, angkatan kita doang loh yang nggak punya kamera gede gituh..." ~ Kak Vien, nunjuk adek tingkat yang bawa kamera gede. Well, gue nggak tau namanya apa. Yg mau nyela, boleh :))

*

Ardi : ah, dek dyt makin cantiiiiiik... Me : Emang cantik dari dulu, sih..
Ardi : tapi kok kurusan sih...
Me : bisa nggak mujinya nggak usah pake tapi? Lagian adek kan kurus dari dulu emang :)


*
Temen : kamu kurusan
Me : Percuma gendut kalo nggak bisa bikin wawan sayang, sih... yah if you know what I mean
Temen : *ngakak*

*
Juli : eh eh.. Jaim dong jaim.. Kita ini kakak tingkat..

-----

Btw, I love my new hijab style :p
Published with Blogger-droid v1.7.4
16 Agustus 2012

SkripziKrezi.

Judul : Skripzi Krezi
Penulis : WeAreVictims (nggak tau siapa ini namanya, di rahasiakan. Hhaha)
Penerbit : Gradien

***
Abis ngelarin baca buku ini, gue dibikin banyak-banyak bersyukur. Pertama, bersyukur karena waktu skripsian gue banyaaak banget dipermudah sama dosen pembimbing gue. Kedua, bersyukur karena keputusan kuliah di Akuntansi nggak pernah salah. #IfYouKnowWhatIMean

Kayaknya kehidupan kuliah anak-anak yang kuliahnya di rumpun IPA itu meuni susah pisan, ya? Gue nggak bilang yang kuliah di rumpun IPS nggak susah loh. Semua susah, nggak ada yang gampang. Tapi alhamdulillah (kayaknya) nggak sesusah anak rumpun IPA. Kami mah masih sempet banget main, jalan, pacaran, dan sebagainya. Kalo anak rumpun IPA kayaknya repot banget sama urusan praktikum, laporan, dan sebagainya yah... ampe waktunya kesita banget bangetan. Cerita dalam lembar demi lembar buku ini jadi bukti tertulisnya. Terlepas dari cerita-cerita ini dilebih-lebihkan atau nggak loh ya :p

Yang gue nggak suka, er, tepatnya kurang suka sih.. yaitu cara penulis nyeritain dosen pembimbingnya. Si pak wisnu itu loh. Kok kayaknya si bapak segitunya banget nyebelinnya. Hehehe. Gue juga pernah sih dihadapkan sama dosen yang nyebelinnya amit-amit (langsung inget tragedi dosen yang nggak mau ngasih ujian susulan ke bebii gegara bebii nggak bisa ikut ujian, padahal alasannya karena sakit dan harus rawat inap! Hiiih!). Tapi ya tetep aja, semenyebalkan apapun, segimana nyusahinnya, beliau tetep dosen yang pernah ngasih gue ilmu. Apalagi Pak Wisnu di buku ini, beliau turut berperan loooh dalam jalan si penulis menjadi sarjana :)

Cerita demi cerita dalem buku ini bikin gue nggak bisa berenti baca. Abis satu part, nagih mau baca part berikutnya. Bukan apa-apa sih. Terlebih karena penasaran mau tau cerita pak wisnu-nya itu. Please, gue bukan naksir pak wisnu sih ya.. cuma.. hm.. apa ya.. penasaran aja pengen baca cerita tentang tingkah lakunya dia. :))

Tapiiii... cerita-ceritanya nangguuuuung. Langsung to the point banget, nggak ada pengantar-penutup lagi. Terus.. Komentar-komentar penulis di tiap dialog-nya kok agak-agak berlebihan, ya? Kebanyakan dan jadi nggak nyaman bacanya. :))

Eniwei, ada dua statement yang gue suka. Gue kutip disini, ya.

"Enggak bisa jawab pertanyaan di sidang bukan berarti lo emang nggak ngerti... tapi atmosfir horor dari para penguji yang bisa bikin lo... bego mendadak"

Jadi inget ujian komprehensif gue kemaren. Iya sih belajarnya nggak maksimal-maksimal banget. Tapi masa yang standar banget aja gue nggak bisa jawab. Inget sih. Tau sih jawabannya. Tapi ditatap serius sama dosen penguji dengan jarak sedeket ituh ya bikin gue di gagu dan lupa semua dehhhh... xD

Terus yang kedua, masalah pemilihan judul skripsi..

"Mahasiswa yang perfeksionis, biasa nyari judul yang amazing. Buat mahasiswa ordinary, mikirnya sih yang penting cepat lulus. So nyari judul yang gampang-gampang aja"

Nah... Gue jenis mahasiswa yang kedua! :D Prinsip gue waktu nyari judul skripsi adalah... yang penting dapet, lancar selama skripsian, dan lulus. Udah, itu aja..

Buku ini tidak gue rekomendasikan untuk dibaca anak-anak SMA yang sedang mencari kuliah. Jangan, deh. Bisa bikin lo nggak niat kuliah di jurusan itu. Hahahaa. Penulisnya asli nulis yang jelek-jelek semua bok tentang jurusannya x)) bikin serem. Hhahaa.

Oh iya. Mengenai judul. Rasanya agak kurang tepat kali ya kalo dikasih judul "Skripsi", soalnya isinya malah lebih ke "duka anak farmasi" sih. Hehehe. Tapi gue suka penulisa Crazy menjadi Krezi itu. Remind-able! :)

Ahhh gue bawel banget ya di postingan ini? :D Ada yang udah baca dan punya komentar yang beda sama gue? :D
Published with Blogger-droid v1.7.4
14 Agustus 2012

Twitter Display of Affection (TDA)

Miss yu, ay... @abcde

@abcde kamu lagi ngapain, ay? Jangan lupa makan ya..

Twit ke 1234 buat bebeb @abcde, love you always :*

Pernah nemu twit-twit seperti diatas dan sebagainya di linimasa kalian? Well, kalo belum, let's follow me at @dheaadyta and you'll find some. Hahahaha. Followers gue di twitter udah nggak heran kali ya baca twit-twit mesra gue sama ayank. Sering soalnya. Saking seringnya, maap maap nih kalo ternyata ganggu mata kalian, ya :p

Hal tersebut diatas kalo anak twitter mah nyebutnya TDA. Gue dulu jungkir balik, kepo sana-sini, sampe googling bok demi tau kepanjangan TDA ini. Secara gue anaknya ogah banget nanya, sok nggak pengen tau padahal penasaran abis gitu deh. Prinsip gue mending stalking daripada nanya. #soundswrong :))

TDA ini singkatan dari (gue kasih tau, yaa... biar yang belum tau nggak repot nyari) Twitter Display of Affection. Pamer kemesraan di ranah twitter gitu, deh. Ya kayak contoh twit-twit gue di awal tadi. Istilah aslinya itu PDA, Public Display of Affection. Tapi karena ini dunia twitter, jadi disebut TDA. Hhaha

Postingan ini, gue mau ngasih pembelaan. Kan di twitter banyak tuh yang kontra TDA-an. Kalo gue sih dengan sangat jelas menyatakan bahwa gue pelaku TDA. But, everything happen for a reason. That's why gue nulis postingan ini, hm, buat pembelaan bagi mereka-mereka yang sama kayak gue, para pelaku TDA :p

TDA itu nggak salah kok. Asal dilakukan sama pacar sendiri. Selagi masih pacar loh, ya. Ntar keburu jadi mantan (amit-amit cabang bayi) nyesel deh pas pacaran nggak pernah TDA-an. Apalagi ternyata pas udah putus (amit-amit ini bukan gue), mantannya TDA-an sama pacar barunya :p

TDA salah kalo dilakukan dengan pacar orang dan atau mantan, apalagi mantan yang sudah punya pacar baru... (mantan yang udah punya pacar baru itu namanya pacar orang juga kan ya? :D),

Kenapa mesti TDA sih? Kalo gue. Alasannya simpel. Pingin bikin sirik pihak-pihak tertentu. Ya nggak usah gue jabarkan disini lah ya siapa mereka-mereka itu. Yang jelas, gue cuma pengen bikin mereka nyesel stalking gue.#IfYouKnowWhatIMean

Kayak nggak bisa sms, whatsapp, telpon.. atau apalah yang lebih private?? Ah.. Gue sering banget dapet komentar gini. Bok, gue sama bebii itu sebelum "ngobrol mesra" di twitter udah lebih dulu ngobrol di telpon atau sms atau whatsapp. Apa-apa yang kita bahas di twtter, udah kita bahas ke sekian kalinya. Iseng aja ngobrolin ulang di twitter, kan tujuannya itu tadi, nyirikin orang :p

Segalanya diumbaaaar di socmed. Terlalu Show off. Nah, kalo show off nya sih gue emang. Sengaja emang TDA buat pamer. Iyalah punya pacar paket komplit gini hahahaa. Tapi kalo segalanya diumbar, gue nggak setuju. Gue pelaku TDA yang tiap hari pasti TDA-an sama pacar. Dan nggak semua tuh gue umbar. Tidak semua hal gue bahas di social media sama ayank. Ada loh hal-hal private yang cuma gue dan ayank yang tau. Ada! Jadi yang pernah nyinyir, nih gue kasih tau ya kalo situ salah. Ada banyak tentang gue dan ayank yang orang nggak tau, yang cuma kami berdua yang tau. Jadi jangan mentang-mentang sering TDA-an terus dikira semua urusan pacaran diketahui publik semua :)

Ganggu mata para followers? Gue sih... Gue sih ya. Nggak pernah ngerasa keganggu sama mereka yang TDA-an di linimasa gue. Mau ngobrol mesra segimana juga, gue bacanya biasa aja. Lagian nggak setiap twit yang masuk ke linimasa mesti dibaca kan? Kita boleh loh men-skip suatu twit kalo merasa isinya "nggak begitu penting" buat kita baca. Jangan dibikin repot lah :) orang nggak salah kalo TDA-an, kita sebagai pihak yang baca yang justru "salah" kalo malah risih bacanya. Ya tanda tanya besar lah, ada apa gituh sampe ngerasa risih? :)

Teruuus.. ada juga yang pernah komentar... "orang yang TDA-an sama pacarnya di twitter berarti kehidupan percintaannya di dunia nyata nggak bahagia-bahagia amat". Oh ini salah besar. Gue dan ayank amat sangat bahagia lahir batin di dunia nyata. Kalo liat TDA-an gue dan ayank di twitter se-mesra itu, well let me tell you, kami berdua didunia nyata 100x lipat lebih mesra dari itu :)) Dan kenapa kita mesti TDA? Silahkan baca alasan gue diatas :)

Kontra sama TDA? Boleh! Tapi konsisten, yak. Jangan malah ntar begitu punya pacar, sendirinya malah TDA-an. Lebih parah lagi! :p Kalo nggak suka, berarti nggak akan ngelakuinnya. Iya kan? Jangan hari ini koar-koar nyela yang TDA, eh besoknya menjadi pelaku TDA :))

So. Kalian yang pelaku TDA? What's your reason? Sama kah sama gue? :)
Published with Blogger-droid v1.7.4
10 Agustus 2012

Bandara 2

“DUAR!”

Belum ada lima langkah aku berjalan meninggalkan Fathir dibelakang tiba-tiba suara dentuman keras terdengar memekakkan telingaku, diiringi kemudian jeritan seseorang yang amat sangat familiar ditelingaku.

Aku menoleh dan mendapati kekasihku memegang bahunya dengan ekspresi penuh rasa kesakitan.

“FATHIR!” Aku berteriak panik, tanpa memperdulikan jadwal penerbangan yang sudah sebentar lagi aku berbalik dan berlari ke luar gerbang dan menuju kearah Fathir.

“Fathir... Sayang...” Aku menggoncang badan kekasihku itu. Fathir memegang bahunya yang mulai berdarah, ekspresinya memancarkan kesakitan yang teramat sangat.

Aku panik. Keringat dingin membasahi sekujur tubuhku. Tiga kali dentuman keras itu terdengar sebelum akhirnya bandara menjadi sangat riuh. Semua orang panik. Mataku menangkap banyak dari mereka yang saling berpelukan.

Aku melihat sekelompok tentara mengerumuni sesosok tubuh yang sudah tidak berdaya. Si penembak itu. Penempak keparat. Kenapa harus Fathir-ku?

Kudekati rombongan ini, menyeruak masuk ketengahnya dan memperhatikan sosok yang sudah tak bernyawa itu. Peluru pertama mengenai Fathirku, entah apakabar yang kedua, lalu yang ketiga dia menembak kepalanya sendiri. Ada apa dengan orang ini?

Kemarahanku memuncak. Bertambah kesal karena aku tidak bisa melampiaskannya kepada si penembak keparat ini. Kalau terjadi sesuatu dengan Fathir-ku, siapa yang akan disalahkan dan menjadi sasaran amarahku? Siapa yang akan bertanggung jawab?

Para tentara dan keluarga mereka saling berbisik. Sepertinya mereka mengenal siapa si penembak itu. Ah, sialan. Sialan. Sialan. Semoga Allah membalasnya dengan sesuatu yang lebih kejam diakhirat sana!

Aku melangkah lunglai kembali menuju Fathir, meraih tubuhnya kedalam pelukanku lalu menghujaninya dengan ciuman bertubi-tubi.

Seluruh wajahku basah. Aku menangis tiada henti. Fathir masih dalam pelukanku. Aku kehilangan akal, tidak tahu harus melakukan apa. Aku begitu... Panik.

“Sa... sayang...” lemah, terdengar suara Fathir.

Aku menoleh, menatap wajah kekasihku itu. Sebelah tangannya masih mencengkram bahunya yang terus mengeluarkan darah.

“Aku... Aku sayang sama kamu. Aku...”

“Kamu jangan banyak gerak. Aku... Aku telpon ambulance sekarang. Fathir, kamu kuat, sayang...” Aku mencium jidat Fathir, masih memeluknya dengan satu tangan dan berusaha merogoh handphone dalam tasku dengan tangan satunya. Sulit, tapi aku tidak mau melepaskan Fathir.

Tergesa, kuaduk isi tasku secara acak hingga jemariku menyentuh benda persegi tipis itu. Cepat kuraih handphone-ku, mencari nomor telpon yang harus aku hubungi. Sial! Aku bahkan tidak menyimpan nomor telpon rumah sakit manapun.

“Sayang, kamu harus kuat... Tahan, ya...” Tangaku masih sibuk memencet-mencet touch-screen handphone, menelusuri satu per satu nama di kontak handphone-ku.

Mendadak, semacam ada bola lampu yang mendadak bersinar dikepalaku, aku tersadar. Kenapa nggak minta tolong orang yang ada disini? Atau... Naik taksi? Ya. Taksi!

“Kamu tunggu disini ya, sayang. Aku panggil taksi... Kekuatan pikiran. Kamu kuat, sayang. Kamu kuat...” Aku meninggalkan Fathir tergeletak begitu saja dengan satu bahu yang terus saja berdarah lalu berlari kencang memanggil taksi.

Tidak ada satupun yang tergerak menolong, masing-masing diliputi ketakutan. Masing-masing seakan berusaha menyelamatkan diri sendiri. Bandara riuh. Orang-orang berlarian kesana kemari, sebagian mencari perlindungan, sebagian entah kenapa. Dentuman itu sudah tidak ada lagi. Berganti dengan kebisingan tiada henti.

Masa bodo dengan pendidikan karyawan bank. Nyawa Fathir lebih penting. Aku bahkan rela mengundurkan diri dan membayar ganti rugi sesuai perjanjian kontrak asalkan aku bisa memastikan Fathir baik-baik saja dan kembali sehat seperti biasanya.

Dan perasaanku masih bercampur aduk, nano-nano. Ketakutan masih mendominasi. Tapi kali ini ketakutan yang berbeda. Ketakutan kehilangan Fathir untuk selama-lamanya...

Jaga Fathir baik-baik, Tuhan...


***
Lanjutan Short Story Peluru Terakhir- @firah_39 :) agak shock juga ya si Fathir ditembak. Hahaha. Cerita firah bisa dilihat di link ini http://t.co/fMFh7xd6 (karena gue posting dari handphone jadi gabisa bikin link-nya langsung connect. Sok, dicopas ke new tab aja yah hehehe). Happy Reading!
Published with Blogger-droid v1.7.4

Bandara

Aku melangkah pelan, sekuat tenaga memaksa kakiku untuk bergerak. Disebelahku Fathir berjalan tak kalah pelannya, tangan kami saling bertaut.

Entah apa rasanya. Aku tak bisa menjelaskannya pada siapa-siapa. Semua bercampur menjadi satu. Meminjam istilah yang sudah teramat jamak, nano-nano. Ada sedih, khawatir, senang, excited. Tapi terlebih adalah takut.

Adegan percakapan semalam terputar kembali di otakku. Seperti ada seseorang yang menekan tombol on, lantas semuanya bermain ulang.

*

“Berapa lama?” Fathir menatapku penuh tanya. Aku mengalihkan mata dari pandangannya. Tak sanggup rasanya harus menatap mata itu lebih lama.

“Dua bulan, sayang. Pendidikannya dua bulan. Plus pulang-pergi dan sebagainya, kurang lebih dua setengah bulan..” Aku menjawab tegas. Berusaha kuat.

“Selama itu kamu nggak akan pulang?” tanya Fathir lagi.

Aku memaksakan senyum, lalu menggeleng.

“Mereka nggak ngasih kamu libur kalo weekend?”

“Ngasih...” aku merendahkan suaraku. “Sabtu sore udah keluar asrama, senin pagi baru masuk lagi. Tapi ya nggak mungkin aku pulang kan? Jauh, sayang. Makan waktu, tenaga, dan duit...” aku berusaha menjelaskan dengan sabar.

“Terus kalo aku kangen... gimana?”

Pertanyaan yang sebenarnya aku pun membutuhkan jawabannya. Tapi aku lagi-lagi memaksakan senyum. Aku meraih tangan Fathir, kekasihku itu, dan menggenggamnya erat-erat.

“Ada telpon, kan? Kita juga bisa whatsapp, sms, twitteran. Bahkan video call kalo kamu mau, sayang...” aku tersenyum.

Fathir melengos.

“Kan abis pendidikan aku balik lagi kesini, bareng-bareng kamu lagi, sayang...”

“Kamu kan tau aku nggak bisa LDR” Fathir men-skak dengan kalimat andalannya.

Sesuatu yang teramat sangat aku takutkan. Fathir pernah gagal karena LDR, dan selama ini, sebisa mungkin aku menghindari LDR. Aku bahkan berusaha mencari kerja didekatnya, karena aku betul-betul tidak ingin mengacaukan hubungan yang sudah sekian lama kami bina hanya karena LDR. Aku mengubur dalam-dalam mimpi kerja ke ibukota karena aku tidak ingin jauh dari Fathir.

“Iya aku tau...” kataku pelan.. “Aku juga nggak pengen jauh dari kamu, sayang. Tapi aku harus, dan ini cuma dua bulan, dan toh semuanya buat kita juga, kan?”

Fathir diam.

“Sayang... Jarak itu adalah sesuatu yang bisa dikalahkan oleh hati...”

Air mataku menetes ketika menyebutkan itu. Aku juga takut, sayang. Andai bisa, aku juga nggak pengen pergi.

*

“Aya...” Suara Fathir menyentakkanku dari reka-ulang percakapan semalam yang sedang berputar didalam otakku.

Aku merasakan mataku basah, buru-buru kuhapus bulir bening disana sebelum Fathir melihat.

“Iya?” jawabku memaksa senyum.

“Kamu disana jangan nakal, ya? Jangan macem-macem pokoknya. Inget, kamu ninggalin pacar kamu disini. Baik-baik. Jangan telat makan, jangan kecapekan. Sering-sering ngasih kabar ke aku. Terus... Hm...”

Aku menempelkan telunjukku ke bibir Fathir.

“Aku takut...” katanya pelan.

Aku menghela nafas berat, berusaha menguatkan diriku sendiri. Mataku kembali menghangat, ada desakan hebat diujungnya. Aku buru-buru mengalihkan pandangan kesekitar. Ada sekelompok tentara dan (mungkin) para keluarganya disudut sebelah sana, nuansa perpisahan terpancar kental diantara mereka.

Ah, padahal aku sudah berhasil lulus seleksi Bank itu untuk penempatan dikota ini. Jadi aku nggak perlu meninggalkan Fathir. Tapi karena setiap karyawan baru duharuskan mengikuti training ke ibukota selama dua bulan, maka mau tak mau aku tetap harus berpisah dengan Fathir.

cuma dua bulan saja, kok. aku membatin, menguatkan hatiku.

Aku beralih menatap kekasihku kembali.

“Aku sayang kamu, dan kita akan baik-baik saja. Kekuatan pikiran, kan?” Aku tersenyum, mengacungkan kelingkingku kearah Fathir.

Fathir balas tersenyum dan menyambut uluran kelingkingku dengan kelingkingnya.

“Kalo kelak kamu bosan, inget ya sayang, kita nggak pernah mudah untuk sampai didetik ini...”

Fathir tersenyum dan mengangguk. Kemudian dia meraihku kedalam pelukannya. Aku memejamkan mataku berusaha menikmati pelukan yang dua bulan kedepan akan sangat aku rindukan. Pelan, aku merasakan Fathir mencium atas kepalaku penuh sayang.

Aku tidak pernah suka bandara, apalagi terminal keberangkatan ini. Tidak karena selalu ada banyak raut wajah sedih yang aku temukan disana-sini. Tidak karena dia seakan selalu berperan menjadi gerbang pemisah. Tidak karena ketika menginjakkan kaki masuk kedalamnya, kita nggak pernah tau, apa kelak yang masuk itu akan kembali keluar dengan selamat.

Dari pengeras suara terdengar panggilan untuk penumpang pesawat yang aku tumpangi. Mau tak mau aku melepaskan diri dari pelukan Fathir, sekali lagi menatap kekasihku itu dalam-dalam. Lalu mencium tangannya dan berpamitan.

“Aku berangkat ya, sayang...”

..dan kemudian melangkah masuk, tanpa menoleh lagi kebelakang. Membiarkan Fathir masih berdiri disana menunggu aku menghilang dibelokan.

Jaga Fathir baik-baik, Tuhan...


***
Note :
- another part of Fathir - Soraya, #draft
- ditulis untuk ikut serta dalam project #bandara @firah_39
Published with Blogger-droid v1.7.4

9 ke 10

Dear Bebii..

Late posting, ember. Tapi daripada enggak. Hehehe

Selamat tanggal 9, bebii sayang :*
Baru tanggal 9 yang ke10 ternyata. Rasanya udah kayak yang kesekian ratus, ya? Haha. Si Tika malah bilang kita udah kayak tigatahunan. Saking udah lamanya anak-anak liat kita berdua sama-sama :)

Kalo itungan tahun Hijriyah sih kita udah setahunan ya ayank? Time flies. Nggak kerasa, ya. Alhamdulillah sampe detik ini nggak ada yang berubah dari ayank. Ayank tetep sayang aku kayak kemarin-kemarin. Malah makin kesini makin kerasaaa banget sayangnya :)

Jangan seringan ngambek lagi ya, bebii sayang :p hayoo mana yang katanya udah gede, masa masih ngambekan gara-gara hal kecil? Haha. Tenang aja, stok sabar aku buat ayank itu tanpa batas. Jadi aku mah nggak akan pernah capek ngeladenin ngambekannya ayank. Nggak akan pernah capek bujuk-bujuk ayank yang lagi ngambek. Hihi. Tapi kalo ayank-nya gitu terus, kapan dewasanya :p

Alhamdulillah juga makin kesini semuanya makin enakan ya, yank... Yaa walau kita harus mengorbankan banyak hal, merelakan banyak yang jadi kacau. Tapi toh memang harus ada yang dikorbankan untuk sesuatu yang lebih layak. Iya kan? Seperti yang kita berdua selalu yakini, bahwa kita harus berjuang untuk mendapatkan apa yang benar-benar kita inginkan.

Aku bangga punya ayank. Ayank hebat. Ayank baik. Ayank pantang menyerah. Aku bangga jadi pacar ayank. Yang ayank jaga, ayank sayang.

Maaf karena sampe detik ini, nyaris dua bulan menyandang gelar SE, aku masih belum dapet kerja yang pas yang bisa bikin Ayank, mama, papa, dan adik-adik bangga sama aku. Tapi ayank jangan khawatir, aku terus usaha kok. Pokoknya ayank doa yang baik-baik aja buat aku, ya? Kelak.. aku yakin.. akan tiba saatnya dimana kalo ada orang yang nanya ke ayank aku kerja dimana, maka ayank akan menyebutkan tempat itu dengan bangga. Aku percaya itu. :')

Aku sayang ayank... Kalo suatu saat ada godaan yang dateng, ayank masih selalu inget mantranya, kan? :)
Published with Blogger-droid v1.7.4
Blog Design ByWulansari